Semua Telah Ditakdirkan



 sudah-taqdir“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.” (al-Qamar: 49-50)
Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat
“Segala sesuatu.”
Mayoritas qurra’ (ahli qiraah) membacanya dengan (كلَّ) yang di-fathah. Adapun Abu Sammal membacanya dengan marfu’/di-dhammah (كلَُ) sebagai mubtada. (Fathul Qadir karya asy-Syaukani, 5/171, Tafsir al-Qurthubi, 20/105)
“Menurut ukuran.”
Ibnu Athiyah berkata, “Yang dimaksud takdir sesuatu adalah membatasi sesuatu dengan tempat, waktu, ukuran, dengan kemaslahatan dan ketelitian.” (Adhwa’ul Bayan, asy-Syinqithi, 6/8)
“Seperti kejapan.”
Asal makna lamh adalah melihat dengan tergesa-gesa dan cepat. Dalam kamus ash-Shihah disebutkan, lamaha artinya melihat dengan pandangan yang ringan. (Tafsir al-Qurthubi)
Sebab Turunnya Ayat
Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim (no. 2656) dari hadits Abu Hurairah radiallohu anhu  ia berkata, “Kaum musyrikin Quraisy datang untuk mendebat Rasulullah n dalam masalah takdir. Turunlah firman-Nya:
Pada hari mereka diseret dalam neraka di atas muka mereka (dan dikatakan), “Rasakanlah sentuhan api neraka. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdir.” (al-Qamar: 48—49)
Tafsir Ayat
Ayat ini merupakan salah satu ayat yang menetapkan adanya takdir Allah k. Ayat-ayat lain yang menetapkan adanya takdir adalah sebagai berikut.
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (al-Furqan: 2)
“Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, kandungan rahim yang kurang sempurna, dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (ar-Ra’d: 8)
“Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” (al-A’la: 3)
Masih banyak lagi ayat-ayat yang menetapkan adanya takdir Allah subhaanahu wata’aala,.
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahulloh berkata, “Oleh karena itu, para imam Ahlus Sunnah berdalil dengan ayat ini untuk menetapkan takdir Allah subhhanahu wata’aala, yang telah mendahului penciptaannya, yaitu ilmu Allah subhhanahu wata’aala, terhadap segala sesuatu sebelum terjadinya, dan bahwa segala sesuatu telah tertulis (di Lauhul Mahfuzh) sebelum Dia menciptakannya. Mereka menjadikan ayat ini dan ayat-ayat Allah k semisalnya yang semakna dengannya serta hadits-hadits yang sahih sebagai bantahan terhadap kelompok Qadariyah yang muncul pertama kali pada masa-masa akhir sahabat g.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/268)
Al-Alusi rahimahullohu  berkata menjelaskan ayat ini, “Yaitu ditakdirkan dan ditulis Lauhul Mahfuzh sebelum terjadinya, takdir dengan makna yang masyhur, yaitu ketetapan. Memaknai ayat ini dengan pemahaman tersebut telah diriwayatkan dari banyak ulama salaf.” (Ruhul Ma’ani, 27/93)
Hal ini dikuatkan oleh riwayat Ibnu Zurarah, dari ayahnya, dari Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau membaca ayat ini:
“Rasakanlah sentuhan api neraka. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdir.” (al-Qamar: 48-49)
Lalu beliau shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
نَزَلَتْ فِي أُنَاسٍ مِنْ أُمَّتِي يَكُونُونِ فِي آخِرِ الزَّمَانِ يُكَذِّبُونَ بِقَدَرِ اللهِ
“(Ayat ini) turun tentang sebagian manusia dari kalangan umatku di akhir zaman yang mendustakan takdir Allah.” (HR. ath-Thabarani 5/276 dan Ibnu Abi Hatim sebagaimana yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, 4/268. Asy-Syaikh al-Albani mensahihkan hadits ini karena dikuatkan oleh beberapa jalur. Lihat ash-Shahihah 4/1539)
Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi berkata, “Tatkala manusia berbicara tentang takdir, aku pun memerhatikan bahwa ternyata ayat-ayat ini turun tentang mereka:
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka. Pada hari mereka diseret dalam neraka di atas muka mereka (dan dikatakan), “Rasakanlah sentuhan api neraka. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdir.” (al-Qamar: 47—49)(Tafsir ath-Thabari 22/162)
Adapun makna firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdir.”
Kata-kata “kulla syai’in (segala sesuatu)” menunjukkan bahwa segala sesuatu telah ditakdirkan oleh Allah subhhanahu wata’aala, dan semuanya merupakan ciptaan Allah subhhanahu wata’aala,  yang telah ditetapkan berdasarkan takdir.
Al-‘Allamah as-Sa’di rahimahulloh mengatakan, “Ini mencakup seluruh makhluk dan jagat raya yang atas dan yang bawah. Allah k sajalah yang menciptakannya. Tiada pencipta selain-Nya, dan tiada sekutu bagi-Nya dalam menciptakannya. Dia menciptakannya dengan ketetapan yang telah didahului oleh ilmu-Nya dan telah ditulis oleh pena takdir-Nya, berdasarkan waktu dan kadarnya, beserta seluruh sifatnya. Hal itu sangat mudah bagi Allah subhhanahu wata’aala.” (Taisir al-Karim ar-Rahman)
Termasuk “segala sesuatu” yang telah menjadi ketetapan dan takdir Allah subhhanahu wata’aala,  adalah perbuatan-perbuatan manusia, yang baik dan yang buruk. Seorang yang beramal saleh telah ditakdirkan oleh Allah subhhanahu wata’aala,  untuk mengamalkannya. Demikian pula halnya dengan seseorang yang berbuat kekafiran, kemaksiatan, dan perbuatan dosa, juga telah ditakdirkan Allah subhhanahu wata’aala, Tidak ada satu pun yang keluar dari ketetapan-Nya.
Al-Qurthubi t berkata, “Telah menjadi ketetapan Ahlus Sunnah bahwa Allah subhhanahu wata’aala,  telah menakdirkan segala sesuatu, yaitu: mengetahui takdirnya, keadaannya, dan zaman sebelum diwujudkannya. Kemudian Allah subhhanahu wata’aala,  mewujudkannya berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh ilmu-Nya bahwa Dia mewujudkannya. Dengan demikian, tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi di alam atas dan bawah kecuali bersumber dari ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, dan kehendak-Nya, bukan kehendak makhluk-Nya. Makhluk tidak ikut campur padanya selain dalam hal usaha, upaya, dan penisbahan perbuatan kepadanya. Semua itu terjadi pada mereka dengan kemudahan dari Allah subhhanahu wata’aala, kekuasaan, taufik, dan ilham-Nya. Mahasuci Allah yang tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Dia semata. Tiada pencipta selain Dia, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Bukan seperti anggapan kaum Qadariyah (pengingkar takdir) dan selainnya yang mengatakan, ‘Kamilah yang menciptakan amalan kami sendiri. Adapun ajal tidak berada dalam kekuasaan kami’.” (Tafsir al-Qurthubi)
Hal ini dikuatkan pula oleh firman Allah subhhanahu wata’aala :
 “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (ash-Shaffat: 96)
Kata مَا pada kalimat ada dua kemungkinan:
1. مَا tersebut adalah mashdariyah, sehingga maknanya adalah Allah subhhanahu wata’aala,  yang menciptakan kalian dan perbuatan kalian.
2. مَا tersebut sebagai isim maushul yang bermakna , sehingga bermakna bahwa Allah subhhanahu wata’aala,  menciptakan kalian dan apa yang kalian buat.
Ibnu Katsir t berkata setelah menyebutkan dua makna ini, “Kedua makna ini saling berkaitan, dan yang pertama lebih jelas.” Ini juga yang dikuatkan oleh al-Qurthubi. (Tafsir Ibnu Katsir,12/35—36, Tafsir al-Qurthubi,18/57—58)
Al-Qurthubi t berkata, “Ini adalah mazhab Ahlus Sunnah yang menyatakan bahwa perbuatan-perbuatan (hamba) adalah ciptaan Allah l juga usaha dari hamba-hamba tersebut. Ini menunjukkan batilnya mazhab Qadariyah dan Jabariyah.” (Tafsir al-Qurthubi, 20/106)
Lalu beliau menyebutkan hadits Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam :
إِنَّ اللهَ يَصْنَعُ كُلَّ صَانِعٍ وَصَنْعَتِهِ
“Sesungguhnya Allah subhhanahu wata’aala,  yang menciptakan setiap pembuat dan buatannya.” (HR. al-Bukhari dalam Khalqu Af’al al-‘Ibad, Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah, Ibnu Mandah dalam at-Tauhid, dan lainnya, dari hadits Hudzaifah bin al-Yaman z. Lihat ash-Shahihah, 4/1637)
Dari Imran bin Hushain z, Rasulullah n ditanya, “Apakah penghuni surga dan penghuni neraka telah diketahui?”
Beliau n menjawab, “Ya.”
Lalu beliau ditanya lagi, “Lalu bagaimana dengan amalan orang-orang?”
Beliau n menjawab:
كُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ
“Setiap orang akan dimudahkan kepada sesuatu yang dia telah ditakdirkan untuknya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam  juga bersabda:
كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ حَتَّى الْعَجْزِ وَالْكَيْسِ –أَوْ: الْكَيْسِ وَالْعَجْزِ
“Segala sesuatu berdasarkan takdir, sampai pun kelemahan dan kecerdasan. –Atau kecerdasan dan kelemahan.” (HR. Muslim dari beberapa sahabat Rasulullah shallallohu wasallam)
Diriwayatkan pula dari Ali radiallohu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidak seorang pun dari kalian dan tidak satu jiwa pun kecuali telah ditetapkan tempatnya di surga atau neraka. Telah ditetapkan pula baginya kesengsaraan atau kebahagiaan.” Lalu ada seseorang bertanya, “Mengapa kami tidak cukup bersandar kepada kitab yang telah ditetapkan dan meninggalkan amalan? Siapa di antara kita yang telah ditetapkan menjadi orang yang bahagia maka dia akan menjadi orang yang berbahagia. Siapa di antara kita yang ditetapkan menjadi orang sengsara maka dia akan menjadi orang sengsara?” Beliau n menjawab:
“Orang yang bahagia akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan orang yang berbahagia, sedangkan orang yang sengsara akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan orang yang sengsara.”
Lalu beliau n membaca firman-Nya:
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (al-Lail: 5-10) (Muttafaqun ‘alaihi)
Firman Allah subhhanahu wata’aala :
“Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti satu kejapan mata.” (al-Qamar: 50)
Ibnu Katsir t berkata menjelaskan makna ayat ini, “(Ayat) ini mengabarkan tentang terlaksananya apa yang menjadi kehendak-Nya terhadap makhluk-Nya, sebagaimana Allah mengabarkan tentang terlaksananya kekuasaan-Nya. Dia berkata, ‘Tidaklah urusan Kami melainkan hanya sekali saja’, yaitu sesungguhnya kami memerintahkan sesuatu hanya sekali, tidak membutuhkan kali kedua untuk menegaskannya. Apa yang Kami perintahkan itu langsung terjadi seperti kejapan mata, tidak terlambat sekejap pun.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Dalam ayat yang lain, Allah subhaanahu wata’aala, berfirman:
“Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya, ‘Jadilah,’ lalu jadilah dia.” (Ali Imran: 47)
Masih banyak lagi ayat yang semakna dengan ini. Wallahu a’lam.
Sumber : http://salafybpp.com/index.php/fataawa/143-semua-telah-ditakdirkan

Leave a Reply

Diberdayakan oleh Blogger.