Pertanyaan Seputar Aqiqah


Al-Ustadz Jafar Shalih hafidzahullah

Hukum  Tahnik

Syaikh Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi Hafidzahullah pernah ditanya: 

Tanya: Apa manfaat tahnik untuk anak bayi? dan apakah tahnik dilakukan sebelum ia (bisa menerima) makanan?
Jawab: Tahnik adalah menggosok mulut atas paling dalam dari bayi yang baru lahir dengan kurma yang sudah dilembutkan oleh seseorang. Dan sebelum itu, tahnik dikerjakan dalam rangka mengharapkan berkah dengan bercampurnya liur seorang yang melakukan tahnik ini dengan liur anak yang ditahnik.
Dan aku tidak mendapati bahwa para shahabat melakukan hal ini sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dahulu shahabat membawa bayi-bayi mereka kehadapan Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu beliau mentahnik mereka. Dan sejauh yang saya ketahui hal ini tidak mereka lakukan kembali kepada Abu Bakr maupun Umar dan tidak pula kepada seorang pun selain mereka.
Maka ini menunjukkan akan kesepakatan mereka bahwa tidak boleh bertabarruk (mencari berkah) kepada selain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka sudah sepatutnya hal ini tidak dilakukan.
Hanya karena Allah kita mendapat taufik-Nya.
Hukum Aqiqah
Aqiqah merupakan kewajiban ayah terhadap anak. Ia adalah hewan yang disembelih atas kelahiran si anak dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Hukumnya adalah sunnah. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan selainnya bahwa dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melakukan aqiqah atas kelahiran Hasan dan Husain. Hal ini juga dilakukan para shahabat-shahabat yang mulia dan orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka setelahnya.
Sebagian ulama berpendapat aqiqah adalah wajib. Hal ini berdasarkan kepada riwayat Hasan dari Samurah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “Setiap anak tergadai dengan aqiqah (sebagai tebusannya)”. Imam Ahmad menyatakan; arti dari hadits ini bahwa si anak tergadai sehingga ia terhalangi dari dapat memberi syafaat kepada kedua orangtuanya.
Ibnul Qayyim menerangkan; aqiqah memperbaiki sifat dan akhlak si anak.
Tapi yang benar hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah. Dan menyembelih sembelihan lebih utama dari menyedekahkan nilai uangnya. Aqiqah merupakan wujud syukur kepada Allah atas anugrah kelahiran seorang anak. Dan pada aqiqah juga terdapat unsur taqarrub kepada Allah, sedekah kepada fuqara’ dan tebusan bagi sang buah hati.
Dan apabila yang lahir anak laki-laki maka jumlah yang disembelih 2 ekor kambing seumur dan memiliki kesamaan dan adapun apabila yang lahir anak perempuan maka cukup seekor saja, berdasarkan hadits Ummu Kurz Al Ka’biyah, ia berkata; Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Untuk anak laki-laki (disembelihkan) 2 ekor sebanding dan untuk anak perempuan seekor”. HR Ahmad, Tirmidzi dan dishahihkan olehnya dari hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha.
Hikmah dibalik perbedaan jumlah sembelihan antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam perkara ini adalah bahwa perempuan dalam hukum setengahnya laki-laki, begitu pula nikmat mendapat anugrah anak laki-laki lebih besar dibanding anak perempuan dan kebahagiaan atasnya juga lebih sempurna. Oleh karena itu ungkapan syukur juga lebih besar.
Waktu penyembelihan hewan aqiqah seharusnya pada hari ke 7 dihitung dari hari kelahiran. Tapi dibolehkan apabila seseorang ingin menyembih sebelumnya atau sesudahnya.
Hewan aqiqah yang sah disembelih mengikuti syarat-syarat sah hewan kurban ditinjau dari usia dan sifat-sifatnya.  Maka hendaknya seseorang memilih hewan yang bersih dari aib dan penyakit, yang sempurna bentuknya dan sesuai usia dengan dagingnya. Dan disukai (mustahab) seseorang ikut makan dari sembelihan tersebut dan menghadiahi (sebagian) dan menyedekahkan (sebagian lainnya). Masing-masing sepertiga seperti halnya daging kurban.
Selesai
Diringkas dari Bab Ahkam Al Aqiqah Kitab Al Mulakhash Al Fiqhi, Karya Asy-Syaikh Shalih Al Fauzan Hafidzahullah
Mengaqiqahi Anak Yang Sudah Wafat

Tanya: 
Allah Ta’ala telah menganugrahkan padaku 3 anak perempuan, kemudian mereka wafat diwaktu kecil dan aku belum sempat mengaqiqahi mereka. Dan aku mendengar bahwa syafaat anak-anak bersamaan dengan aqiqah. Bolehkah aku aqiqahi mereka sesudah meninggalnya mereka? Dan bolehkah aku gabung aqiqah mereka dengan seekor sembelihan atau harus masing-masing dari mereka seekor?
Jawab:
Mengaqiqahi anak adalah sunnah muakkadah (sangat ditekankan) dan ini merupakan pendapat jumhur ulama. Akan tetapi mengaqiqahi anak-anak yang masih hidup tidak ada masalah, karena ia adalah tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Adapun mengaqiqahi anak-anak yang telah wafat, menurutku hal ini tidak disyariatkan. Karena hewan aqiqah disembelih sebagai tebusan bagi anak yang lahir dan bentuk sikap optimis bahwa ia akan diberi keselamatan dan sebagai bentuk pengusiran syaithan dari si anak, sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam Tuhfatul Maulud fi Ahkamil Maulud. Dan nilai-nilai yang saya sebutkan ini tidak terdapat pada anak yang telah wafat.
Adapun hal yang disebutkan penanya bahwa aqiqah berkaitan dengan syafaat si anak bagi ayahnya apabila sang ayah mengaqiqahinya, makna seperti ini tidak benar. Hal ini telah dilemahkan Ibnul Qayyim rahimahullah. Dan beliau menyebutkan bahwa hikmah dibalik aqiqah adalah:
  1. Menghidupkan sunnah Ibrahim Alaihissalam ketika ia menebus Ismail
  2. Mengusir syaithan dari si anak dan makna hadits “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya” adalah: setiap anak tergadai pembebasannya dari syaithan. Maka apabila si anak tidak diaqiqahi, si anak tetap menjadi tawanan syaithan. Dan apabila si anak diaqiqahi dengan aqiqah syar’i, maka hal ini dengan izin Allah akan menjadi sebab terbebasnya dia dari syaithan. Ini yang disebutkan Ibnul Qayyim.
Tapi apabila sipenanya ingin mengaqiqahi anak-anaknya dan menganggapnya baik, hal ini boleh saja. Akan tetapi yang benar menurutku perkara ini tidak disyariatkan.
Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Shalih Al Fauzan (Hal 573)
Mengaqiqahi anak Yang Sudah Besar
Tanya: 
Apabila seseorang diberi rezki anak yang banyak dan belum diaqiqahi, hingga umur mereka mencapai 4 tahun lebih, bolehkah mengaqiqahi mereka setelah usia mereka sebesar ini? Dan apabila boleh, bisakah menyembelihkan aqiqah atas mereka di luar tempat kelahiran mereka? Karena tempat kelahiran mereka tidak ada faqir miskin yang membutuhkan daging. Tapi disana ada sebuah kampung yang jauh dari tempat kelahiran mereka dan ada orang-orang yang berhak menerima sedekah. (Pertanyaan saya), bolehkah menyembelih disana dan menyedekahkan daging sembelihan kepada mereka? Atau pada sembelihan aqiqah tidak disyaratkan harus dimakan faqir miskin?
Jawab:
Boleh, boleh baginya menyembelih aqiqah atas anak-anaknya meskipun usia mereka melebihi enam bulan, tapi yang baik dan utama (afdhal) seseorang menyegerakannya. Akan tetapi apabila terlambat, tidak ada larangan dalam hal ini. Dia bisa menyembelihkan aqiqah anak-anaknya kapan dia senggang.
Adapun berkaitan dengan tempat menyembelih aqiqah, tidak ada tempat khusus dalam menyembelih aqiqah. Bahkan boleh seseorang menyembelih aqiqah ditempat kelahirannya atau selain tempat kelahirannya. Karena aqiqah ini adalah bentuk taqarrub (ibadah) dan ketaatan yang tidak memiliki tempat pelaksanaan yang khusus.
Adapun masalah memakan (sembelihan), perkara aqiqah hukumnya seperti hewan kurban. Disunnahkan (disukai) baginya untuk memakan sebagian dan menyedekahkan sebagian dan sisanya dia hadiahkan kepada tetangga dan teman-temannya.
Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Shalih Al Fauzan (hal 572)
Sumber: http://aqiqoqu.wordpress.com/



Leave a Reply

Diberdayakan oleh Blogger.